Kamis, 20 Oktober 2016

Dilan (Dia adalah Dilanku tahun 1990)




.........  
            Dilan mungkin tidak paham bagaimana seharusnya memperlakukan wanita, tapi dia tahu bagaimana membuatku merasa istimewa. Tidak perlu berlebihan bagi dia untuk membuatku merasa lebih. Dia mungkin bukan lelaki sejati, tapi aku butuh lelaki macam itu. Dia mungkin bukan tipe lelaki yang kamu idamkan, tapi biarlah aku ingin memilihnya.
            Sekarang, mudah-mudahan kamu maklum, mengapa aku cemas, ketika tahu dia akan menyerang SMA lain. Aku tak ingin terjadi apa-apa dengannya. Meskipun dia pasti akan selalu di hatiku tetapi aku juga tak ingin dia hilang dari muka bumi ini, kalau iya, nanti aku sunyi, nanti aku sedih.
Jadi ingat dengan apa yang pernah Dilan katakan di telepon:
"Kamu pernah nangis?", kutanya
"Waktu bayi, pengen minum".
"Bukan ih! Pas udah besar. Pernah nangis?"
"Kamu tahu caranya supaya aku nangis?", dia nanya
"Gimana?"
"Gampang"
"Iya gimana?"
"Menghilanglah kamu dari bumi"
            Sekarang Dilan sedang tidur. Aku harus tetap di sini, kalau perlu mungkin sampai magrib. Pokoknya jangan sampai aku pergi, supaya bisa nahan Dilan jangan sampai dia pergi. Tadi, sudah kutelpon si Bibi, tolong bilang ke ibu, Lia ada urusan, baru magrib bisa pulang.
---
            Nyatanya aku baru pulang pukul tujuh. Tapi ga apa-apa, karena bunda sudah nelepon ibuku. Aku pulang diantar Dilan, naik motor dan pake jaket Army Korea punya Dilan. Menyusuri jalan Ciwastra yang sepi. Melewati Pasar Gordon yang masih banyak orangnya. Melewati terminal bemo Sekelimus. Melewati Buah Batu yang bau wangi oleh sebuah pohon kemuning yang ada tumbuh di pinggir jalan di daerah sebelum apotik. Pohon itu, mudah-mudahan masih ada.
            Sebelum pukul delapan kami sudah sampai di rumahku. Di ruang tamu sudah ada Kang Adi, lagi ngajarin Airin. Kami masuk setelah memberi salam. Airin yang buka pintu.
"Kenalin, Kang! Dilan", kata saya ke Kang Adi, terus duduk. Airin juga duduk lagi di sampingku
"Hey!", seru Dilan, bergegas nyamperin Kang Adi untuk ngajak salama
"Dilan!", sambungnya.
"Adi", kata Kang Adi, sambil masih tetap duduk
"Silakan duduk", kata Kang Adi lagi.
"Makasih", kata Dilan sambil duduk
"Ini pasti Melati?", kata Dilan lagi sambil nunjuk Airin
"Bukan!! he he he", kata Airin
"Ini, namanya Airin", kataku sambil meluk Airin
"Jago main piano, Lan".
"Wow. Keren!", seru Dilan
"Sedikit", kata Airin
"Kita nyanyi oke?", ajak Dilan
"Dilan kan bisa gitar. Nah, main bareng. Dilan yang ngegitarnya", kataku
"Ada gitar?", tanya Dilan
"Ada. Gitar ayah. Nanti kuambil", kataku
"Tapi harus belajar dulu. Lia juga", kata Kang Adi.
"Ini Dilan yaaa?", tiba-tiba ibu datang
"Lan, ini Ibu Lia", kataku
"Eh?", Dilan berdiri dari duduknya.
"Iya. Bu"
"Akhirnya ketemu Dilan ya", kata ibu senyum
"He he he kayak yang pernah hilang", jawab Dilan
"He he he. Bukaaan! Lia kan suka cerita kamu. Penasaran kayak gimana sih?", kata Ibu
"Kayak gini aja. Masih orsinil. Belum dimodif", jawab Dilan
"He he he"
"Tadi Lia ketemu Bunda, Bu", kataku ke ibu
"Iya. Tadi Bunda nelepon. Dilan mau minum apa?", tanya Ibu ke Dilan
"Apa ya? Gak usah repot-repot. Air zam-zam aja, Bu", kata Dilan
"Ha ha ha ha ha Itu merepotkan!", aku ketawa. Bunda juga. Airin juga. Kang Adi kulihat dia tidak.
"Apa dong?", tanya Dilan seperti bingung
"Atau bikin sendiri? Ayo?", tanya Ibu
"Iya. Bikin sendiri aja", jawab Dilan
"Iya silakan", kata Ibu
"Aku bantuin! Tapi ganti baju dulu", kataku sambil lalu berdiri.
"Mandi dulu", kata Ibu
"Iya".
"Kang, mau dibikinin? Spesial", tanya Dilan ke Kang Adi sambil berdiri
"Gak. Ga usah. Nanti bikin sendiri", jawabnya
"Ke dapur aja ya", kata Ibu sambil dia pergi masuk.
            Aku dan Dilan nyusul. Di kamar, aku cuma ganti baju. Mandinya nanti aja, gak sabar ingin ke dapur bantuin Dilan. Pas ke sana sudah ada si Bibi, Ibuku dan Dilan, sedang pada ketawa sambil membuat minuman jahe. Perasaan, di jaman dulu, kalau gak salah, di tahun 90an, di rumah-rumah di Bandung, orang-orang masih pada suka membuat minuman jahe. Juga masih ada tukang Bandrek, Sekoteng dan Bajigur yang suka lewat depan rumah. Entah kalau sekarang.
"Bi, ini Dilan", kataku ke si Bibi
"He he he. Udah, tadi, kenalan", kata Dilan yang sedang duduk di kursi dan malah mainin jahe yang ada di atas meja, bukannya ngebantuin
"Ini, Bu. Dilan suka ngajak ngobrol si Bibi nih", kataku ke si Ibu sambil duduk di kursi berhadapan dengan Dilan, ikut mainin jahe
"He he he. Ngobrol apa?", tanya Ibu
"Ngobrol apa, Bi?", tanyaku ke si Bibi yang lagi numbukin jahe yang sudah dibakar oleh ibu dengan api dari kompor
"Banyak hi hi hi. Mau ngajarin Bibi ngomong bencong. Ngajarin tidur kayak ikan. Aneh-aneh he he he", kata si Bibi
"Ha ha ha. Tuh ajarin!", kataku ke Dilan
"Bikin apa?", tanya Airin yang datang ke dapur
"Jahe", kata Ibu,
"Udah kamu belajar aja"
"Bosen", kata Airin sambil seperti mau bantuin si Bibi
"Ibu?", tiba-tiba Dilan nanya
"Ya, Dilan?", tanya Ibu
"Kenapa anak ibu cantik-cantik?", tanya Dilan
"Iya dong. Kan ibunya juga cantik he he", jawab Ibu
"He he he Iya", Dilan ketawa
"Itu yang namanya Kang Adi", bisikku ke Dilan. Aku kuatir dia cemburu. Atau tidak. Entahlah.
"Iya. Ganteng", jawab Dilan
"Ih! Kamu suka?", tanyaku
"Kalau dia mau. Oke", jawab Dilan
"Ha ha ha ha mau ke kamu maksudnya?", tanyaku lagi
"Mudah-mudahan mau", jawab Dilan
"Kenapa?", tanyaku
"Biar enggak ke kamu", kata Dilan
"Ha ha ha. Dia pengen ke aku", kataku ke Dilan masih dengan suara berbisik
"Aku pengen ke dia", kata Dilan
"Ih, serius", kataku
"Kalau ada yang mau ke kamu, udah biasa kan? Banyak. Gak usah diceritain"
"Tapi aku gak mau ke dia", kataku
"Kalau ada yang gak mau ke dia, udah biasa kan? Banyak", kata Dilan
"He he he kamu kan mau?", tanyaku
"Kenapa kamu gak mau?", Dilan balik nanya
"Gak mau aja"
"Maunya ke siapa?", tanya Dilan lagi
"Ke...Iiiiiih. Perempuan gak suka ditanya", kataku masih bersbisik
"Kamu maunya ke aku", kata Dilan dengan santai
"He he he"
"Apa ini pada ketawa gak ngajak-ngajak", kata si Ibu, sepertinya minuman jahe sudah siap disajikan
"Bu, kayaknya Lia gak belajar ah malam ini?", kataku ke Ibu
"Ya bilang dong ke Kang Adi", kata Ibu
"Iya", jawabku
            Bi Asih membawa minuman jahe ke ruang tamu. Ibu juga pergi ke sana bersama Airin. Aku masih duduk dengan Dilan di dapur. Kedua tangan Dilan tiba-tiba memegang dua tanganku.
"Doain, Lia", katanya
"Doain apa?", tanyaku setelah sekilas tadi melihat gerakan tangan Dilan mengelus jemariku. Mendadak perasaanku seperti dilanda sesuatu yang sungguh sulit kuungkapkan.
"Doain, Kang Adi gak mau ke aku....", jawab Dilan dengan suara berbisik. Kedua tangannya masih memegang kedua tanganku. Dia lakukan dengan sikap seolah-olah baginya, itu adalah hal biasa, padahal sungguh, demi Tuhan, baru malam itu ia lakukan dan aku nyaris gak percaya.
"Ih! Katanya tadi mau?", kataku, dengan isi kepala yang terus mikirin tangan Dilan yang masih megang tanganku
"Udah berubah...", kata Dilan
"Dilan! Lia!", Ibu manggil kami dari ruang tamu
"Iya, Bu. Bentar", aku teriak menjawabnya
"Gimana kalau kang Adi mau ke aku? Aku takut!", tanya Dilan berlagak seperti orang yang ketakutan. Kedua tangannya masih mengelus dua tanganku. Sungguh, aku bingung. Serius. Ini apa? Di saat tangannya begitu mesra memegang tanganku, tapi yang ia bahas justeru malah soal Kang Adi.
"Liiiiiiaaaa", Ibu manggil lagi
"Iya, Bu! Ke sana yuk?", ajakku ke Dilan
"Takut, ada Kang Adi", kata Dilan berbsisik, tangannya masih memegang tanganku
"Biar, sekarang giliran aku melindungimu he he he"
"Jadi tenang", kata Dilan
"Ha ha ha"
            Aku dan Dilan berlekas pergi dari dapur dengan tangan saling bergandengan, dan lalu dilepas sebelum sampai ke ruang tamu.
"Lindungi aku, Lia", bisik Dilan seperti orang merengek
"Siap!", jawabku sambil senyum memandang matanya. Lalu kami duduk bersama Airin, Ibu dan kang Adi yang nampak bingung dia harus bagaimana.

........ 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Happy Cute Box Bear